Skip to main content

SETITIK CAHAYA CINTA


Ketika sebuah perih menyambar bak petir  tanpa jejak
Aku terdiam tapi tak bisa
Aku menangis tapi tanpa airmata
Saat aku ter bangun dari lamunan panjangku
Aku tersadar aku telah tersakiti
Sakit oleh luka yang entah berapa lama mengendap dalam dada
Yang mungkin dapat membuat aku jadi mati rasa
Sudahlah!
Aku tak dapat menangkis panah dusta dan pegkhianatan ini
Aku hanya bisa diam seribu bahasa
Jika hatiku menangis sejadi-jadinya
Hari-hari kulalui tanpa jawaban pasti
Seolah aku dalam ruang gelap yang tak berujung
Aku ingin berlari jauh
Atapi aku sudah tak punya arah
Entah luka apa yang dia tusukkan hingga aku menjadi manusia paling bodoh
Tapi, saat aku coba tuk berlari dari ruang gelap itu
Sebuah titik cahaya menghampiri dengan lembut
Perlahan lebih jelas terlihat dan menguatkan langkahku
Kau kah itu ?
Cinta baru dalam ruang gelapku ?
Ketika aku sadar senyum indah itu perlahan menyinariku
Memudarkan ruang gelapku
Kau telah sinari kehidupanku yang baru
Walau ku tau kau tidak sempurna
Sesempurna matahari pagi
Tapi ku yakin kau takkan pernah mengalirkan
Airmata ini lagi
Hingga saatnya nanti
Ketika tak ada dan takkan ada jalan lagi antara kita

Comments

Popular posts from this blog

DUDUKLAH DISINI, SAHABATKU!

Ijinkan aku duduk disisimu, menemanimu meski dengan kediamanmu Aku pun hanya akan diam, karena hanya itu yang kau butuhkan dariku Aku tau, saki itu, sedih itu, luka hati itu Mungkin bukan aku yang bisa mengobati Aku bukan badut yang bisa membuatmu tertawa Aku bukan lenong yang bisa menghiburmu Aku bukan orang yang pandai melucu Aku tidak membawakanmu coklat, bunga, ataupun Secangkir teh yang bisa menenangkanmu Aku justru memintamu bahkan memaksamu untuk menangis dan lepaskan topengmu sejenak ! Menangislah ! lepas ! lepaskanlah ! Aku hanya bisa menyiapkan telinga dan hatiku Telinga untuk mendengar sedu dan tangismu Hati yang siap menerima sayatan dan torehan luka Dari setiap bulir air mata yang kau teteskan Tangismu menjadi luka di hatiku Dan aku menyuruhmu menangis? Sedih dan sakitmu menjadi lukaku

BAHAGIA DI SATU DEBU

Tak pernah bosan aku berharap Menggantungkan rindu ini pada ribuan kata yang selalu hadir Saat ku bisa mencium harum tubuhmu Pada deretan senja hari ini Kemarin, esok atau lusa... Satu tatap yang tercipta Memaksaku untuk diam di pelukan cinta Luruh tak tertahan Mengelopak pada bunga pagi Segar semerbak mewangikan rumah hatimu Bolehkah aku menengoknya sejenak? Andai kau izinkan Aku ingin meraih bahagia Meski hanya di satu debu

Sejak Dengan Dia

Di antara banyak hal yang pernah aku temukan, ada satu hal yang sampai saat ini belum sepenuhnya aku benar-benar memahami. Tentang seseorang yang memberi pelukan bukan hanya untuk memberi senang, melainkan rasa tenang. Sejak menemukan dia, aku benci membahas tentang perpisahan, juga kehilangan. Sejak mencintai dia, aku jatuh cinta pada cara semesta yang memberi ruang jatuh cinta dengan cara-cara yang rahasia. Sejak bersama dia, aku tahu, aku tidak lagi jatuh cinta pada matanya, melainkan juga hatinya. Entah bagaimana pun, jika pada akhirnya bukan dia yang menjadi pulangku, tidak akan sekalipun aku menyesal telah mencintainya dengan sebaik ini. Aku bahagia telah menyediakan cinta yang baik, cinta yang tulus, cinta yang jujur, juga cinta yang menerima. Bukankah perasaan terbaik dalam mencintai adalah saat kita berhasil tidak mengharapkan perasaan yang sama akan dia berikan pada kita?