Skip to main content

Catatan Yang Tertunda

Seharusnya ini adalah catatan tadi malam, ketika dengan mudahnya potretmu kembali mengobrak-abrik perasaan,
Ternyata masih belum cukup kuat hatiku, bahkan hanya untuk membendung perasaan yang sama sekali tak asing bagiku,
yang telah kukenal baik setiap getar dibaliknya selama 9 tahun terakhir.

Tapi ternyata memang aku tak mampu meredamnya, hingga rasanya lemas lututku.

Harusnya ini memang catatan tadi malam, entah karena perasaan bahagia bahwa semalam kau ada dan kita bisa berada dalam satu media, merasa tak nyata padahal nyata, bahwa kau ada disana menatap layar yang sama

Aku tak sanggup merangkai semua ini tadi malam, saat malam menjadi terlalu indah untuk dilewatkan tapi juga terlalu sempurna untuk hanya direnungi

Terimakasih, tidurku nyenyak tadi malam.

Detik, menit, jam, hari, minggu, tahun, tahun-tahun, dan entah jenis hitungan waktu apalagi.
Rasanya jika tentangmu semua hanya menjadi tumpukan angka tanpa makna, seolah kosong tak berarti, karena seberapa panjang pun angka-angka penanda waktu itu berderet, rasanya tak akan mampu mengubah apa yang telah kau ubah dalam satu detik waktu masa lalu, tak mampu menghentikan perputaran yang bahkan berjalan lebih cepat dari waktu itu sendiri.

Hingga mungkin justru waktu lah yang akan menjadi usang dan malu karena terlalu lelah menanti aku berhenti mencintaimu. 

Aku percaya keajaiban itu nyata, Dan aku tahu aku tak boleh berhenti, ketika Tuhan dengan caraNya membawamu kembali ketika aku memutuskan untuk menyerah. Tepat selangkah sebelum aku melakukannya. 

Comments

Popular posts from this blog

DUDUKLAH DISINI, SAHABATKU!

Ijinkan aku duduk disisimu, menemanimu meski dengan kediamanmu Aku pun hanya akan diam, karena hanya itu yang kau butuhkan dariku Aku tau, saki itu, sedih itu, luka hati itu Mungkin bukan aku yang bisa mengobati Aku bukan badut yang bisa membuatmu tertawa Aku bukan lenong yang bisa menghiburmu Aku bukan orang yang pandai melucu Aku tidak membawakanmu coklat, bunga, ataupun Secangkir teh yang bisa menenangkanmu Aku justru memintamu bahkan memaksamu untuk menangis dan lepaskan topengmu sejenak ! Menangislah ! lepas ! lepaskanlah ! Aku hanya bisa menyiapkan telinga dan hatiku Telinga untuk mendengar sedu dan tangismu Hati yang siap menerima sayatan dan torehan luka Dari setiap bulir air mata yang kau teteskan Tangismu menjadi luka di hatiku Dan aku menyuruhmu menangis? Sedih dan sakitmu menjadi lukaku

BAHAGIA DI SATU DEBU

Tak pernah bosan aku berharap Menggantungkan rindu ini pada ribuan kata yang selalu hadir Saat ku bisa mencium harum tubuhmu Pada deretan senja hari ini Kemarin, esok atau lusa... Satu tatap yang tercipta Memaksaku untuk diam di pelukan cinta Luruh tak tertahan Mengelopak pada bunga pagi Segar semerbak mewangikan rumah hatimu Bolehkah aku menengoknya sejenak? Andai kau izinkan Aku ingin meraih bahagia Meski hanya di satu debu

KATANYA.......DIA SAHABATKU

Keluhan tak pernah menjadi penyelesaian Tapi ku ingin mengeluh sekarang Setidaknya mungkin pikiranku bisa sedikit lebih terbuka hhhh..h.. sebenarnya apa yang jad pangkal dari hal-hal yang ada dalam pikirku? Aku masih belum menemukannya, tapi ku pikir ada sedikit celah untuk memahaminya Bahwa, semua ini mungkin berawal karena ku meninggalkan sesuatu yang seharusnya selalu ada,  harus selalu ada di masa kini dan masa depanku dan mungkin juga karna aku ditinggalkan tanpa diberi sedikitpun kata permisi Aku gelisah di antara garis batas kesadaran dan kenyataan, ku sedih di sekat keinginan dan kemampuanku, Harus apa ? Tapi bisa apa? aku mau Tapi aku belum mampu dan ego ku pun masih terlalu tinggi untuk disentuh Jadi sekarang bagaimana? Sejujurnya mungkin yang kubutuhkan adalah dia si penutur kata kata bijak yang selalu  bisa menentramkan hatiku meredam dan memadamkan bara Membuatku fokus dengan apa yang menjadi alasan dari tujuanku Mungkin dia tak perlu ada Tapi kata