Kita sering berusaha mengatur emosi agar mempunyai hubungan yang baik pada pasangan. Kita berusaha percaya pada orang yang sering kita sebut ‘Pacar’ bahwa mereka tak akan bermain hati dengan yang lain. Kita selalu berlaku dewasa agar orang sekeliling menganggap bahwa kita begitu bijak. Kita begitu manis dan sopan pada atasan karena takut gaji tidak naik atau takut tidak akan dipromosikan.
Tapi, kita hampir lupa bagaimana merendahkan volume suara depan Ibu ketika beliau berusaha meluruskan jalan yang kita ambil. Tapi, kita hampir lupa bagaimana rasanya menghormati guru ketika mereka dengan ikhlas mengajar. Kita hampir lupa memberi waktu pada teman yang butuh bantuan karena sibuk pacaran.
Iya, kita pandai. Betapa kita pandai menjadi palsu. Berapa kesempatan yang kita buang untuk menjadi bahagia? Berapa nasihat berharga orang tua yang kita sia-siakan? Berapa pula gombalan pacar yang kita makan setiap hari? Kenyang? Kita takut kehilangan orang yang sebenarnya semu, tapi kita tidak menghiraukan orang yang begitu jelas dan tulus rasa sayangnya. Penyesalan baru terasa ketika umur orang tua tak sepanjang yang kita inginkan. Sakit baru terasa ketika kasih sayang tak sehangat ketika mereka masih ada. Begitu banyak waktu terbuang ketika kita mengkhawatirkan pasangan yang sakit tapi cuek mendengar permintaan Ibu yang padahal hanya ingin dipijit.
Selain pandai kita pun begitu rajin. Rajin mengangkat telepon pasangan meskipun dalam keadaan sibuk. Kita rajin membalas pesan mereka walaupun tugas kita begitu menumpuk. Tapi apa pernah kita terbebani dengan keterlambatan kita untuk ibadah dengan tepat waktu atau sejenak menjawab adzan bahkan ketika kita sedang santai?
Maut tak akan terlambat pun tak akan datang terlalu awal. Penyesalan tak akan menginformasikan kapan ia akan bercokol. Semoga kita pandai dan dewasa pada tempatnya.
Comments
Post a Comment